Konten [Tampil]
Untuk menjawabnya, Ruang Publik KBR bersama NLR Indonesia kembali hadir di tengah masyarakat dengan mengangkat tema “Chilling - Healing Bagi OYPMK, Perlukah?” pada. Program #SuaraUntukIndonesiaBebasKusta dari NLR Indonesia ini ini merupakan acara yang diselenggarakan sebagai bentuk edukasi bagi masyarakat untuk menjadikan masyarakat lebih memahami Kusta dan Stigma yang ada.
Talkshow Chilling - Healing Bagi OYPMK ini dipandu langsung oleh Rizal Wijaya selaku Host Ruang Publik KBR . Event ini menghadirkan dua narasumber yaitu Donna Swita - selaku Executive Director Institute of Women Empowerment (IWE), dan Ardiansyah seorang OYPMK dan Wakil Ketua Konsorsium Pelita Indonesia. Lantas apakah Chilling Healing ini diperlukan oleh OYPMK?
Keanggotaan IWE ini bersifat personal, namun di Indonesia sendiri anggotanya lebih beragam, tidak hanya personal namun juga organisasi-organisasi yang memiliki konsen yang sama untuk pemberdayaan perempuan.
Berbicara tentang proteksi, IWE selalu mengangkat keamanan Holistik saat berbicara keamanan diri. Keamanan ini tidak hanya pada lingkungan atau organisasinya, namun juga pada personal di dalamnya berhubungan dengan kesehatan mental atau psikis orang-orang yang ada dalam organisasinya.
Semua berharap semoga IWE ke depan juga bisa memiliki program khusus bagi OYPMK sehingga menjadi bagian dalam memberdayakan OYPMK.
Suatu hari Ardiansyah mengalami reaksi. Saat itulah anggota keluarga lainnya mengetahui jika dirinya mengalami kusta. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menjelaskan jika selama ini dirinya memang mengalami apa yang sudah diketahui oleh anggota keluarganya.
Apa respon dari keluarga yang diberikan kepadanya? Sang ibu seketika memberikan perlakuan khusus kepadanya. Memisahkan tempat makan, melarangnya untuk tidur di sembarang tempat di dalam rumah, Perlakuan ini menjadikan Ardiansyah tidak nyaman. Mengalami tekanan akibat diskriminasi dalam keluarga.
Hingga suatu ketika dia harus berada di rumah sakit khusus kusta. Di sinilah dia bertekat untuk berjuang melawan stigma diri. Membangun rasa percaya diri untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selesai menjalani proses, dia kembali ke rumah.
Namun yang dirasakan di rumah kali ini lebih berat dari yang dialami pada waktu sebelumnya. Ardiansyah mengalami diskriminasi. Sosialisasi, pembatasan interaksi dengan orang dan anggota keluarga. Perlakuan ini bahkan menyebabkan luka batin tersendiri bagi dirinya. Sehingga dia pun merasa membutuhkan penyembuhan atau apa yang saat ini lebih dikenal dengan healing.
Tekanan yang kuat, diskriminasi yang terjadi di keluarga Ardiansyah membuatnya merasa tidak nyaman. Dia pun mengalami stigma negatif dari apa yang terjadi di keluarga. Untuk bisa bangkit dia akhirnya membangun interaksi dengan banyak orang di luar termasuk komunitas-komunitas.
Saat bekerja sebagai konsultan perencanaan merupakan titik dimana komitmennya untuk bangkit tumbuh. Rasa percaya diri muncul, kembali memberanikan diri untuk bersosialisasi sehingga mengantarkannya untuk bisa fokus pada organisasi yang fokus pada kusta.
Melihat perjalanan dan kisah yang dijalani Ardiansyah memberikan gambaran bahwa OYPMK sama halnya seperti orang lain pada umumnya, juga membutuhkan healing.
Talkshow Chilling - Healing Bagi OYPMK ini dipandu langsung oleh Rizal Wijaya selaku Host Ruang Publik KBR . Event ini menghadirkan dua narasumber yaitu Donna Swita - selaku Executive Director Institute of Women Empowerment (IWE), dan Ardiansyah seorang OYPMK dan Wakil Ketua Konsorsium Pelita Indonesia. Lantas apakah Chilling Healing ini diperlukan oleh OYPMK?
Chilling - Healing Bagi OYPMK, Perlukah?
Membuka Live Talkshow ini Rizal Wijya selaku Host menjelaskan bahwa Chilling dan Healing ternyata juga dibutuhkan oleh OYPMK. Hal ini karena mereka selama ini masih hidup terjebak dalam lingkaran diskriminasi. Sehingga mereka pun juga berada dalam tekanan akibat diskriminasi yang ada. Selain diskriminasi, OYPMK biasanya juga mengalami stigma diri yang kurang baik, hilangnya rasa percaya diri, dan sulitnya kembali pada lingkungan sosial sebagai OYPMK.Apa Itu Institute of Women Empowerment (IWE)?
Donna Swita selaku Executive Director IWE atau Institute of Women Empowerment merupakan sebuah organisasi yang didirikan oleh perempuan aktivis dan akademisi yang awalnya berkantor di Hongkong. Programnya yang banyak fokus pada program pemberdayaan perempuan di Indonesia, maka pada tahun 2016 pindah ke Indonesia.Keanggotaan IWE ini bersifat personal, namun di Indonesia sendiri anggotanya lebih beragam, tidak hanya personal namun juga organisasi-organisasi yang memiliki konsen yang sama untuk pemberdayaan perempuan.
Apa saja program IWE?
IWE sebagai organisasi yang fokus pada perempuan, tidak hanya fokus pada pemberdayaan, namun juga pada segala yang bersinggungan dengan perempuan, termasuk OYPMK dan Disabilitas. Tidak hanya itu pada 3 tahun terakhir ini program kerja IWE juga banyak fokus pada program perawatan diri bagi perempuan pembela HAM. Donna menyampaikan bahwa OYPMK yang juga memperjuangkan diri juga bagian dari pembela HAM.“Perawatan diri merupakan bagian dari keamanan”
Semua berharap semoga IWE ke depan juga bisa memiliki program khusus bagi OYPMK sehingga menjadi bagian dalam memberdayakan OYPMK.
Stigma Diri Ekstrim pada OYPMK
Ardiansyah yang saat ini menjadi Wakil Ketua Konsorsium Pelita, merupakan seorang OYPMK. Kisah pilu di alaminya. Stigma diri itu melekat pada dirinya. Saat mengetahui dirinya terkena kusta, Ardiansyah melakukan perawatan diri dan mengikuti pengobatan. Namun, lambat laun hal besar yang dirahasiakan pastinya akan diketahui juga.Suatu hari Ardiansyah mengalami reaksi. Saat itulah anggota keluarga lainnya mengetahui jika dirinya mengalami kusta. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menjelaskan jika selama ini dirinya memang mengalami apa yang sudah diketahui oleh anggota keluarganya.
Apa respon dari keluarga yang diberikan kepadanya? Sang ibu seketika memberikan perlakuan khusus kepadanya. Memisahkan tempat makan, melarangnya untuk tidur di sembarang tempat di dalam rumah, Perlakuan ini menjadikan Ardiansyah tidak nyaman. Mengalami tekanan akibat diskriminasi dalam keluarga.
Hingga suatu ketika dia harus berada di rumah sakit khusus kusta. Di sinilah dia bertekat untuk berjuang melawan stigma diri. Membangun rasa percaya diri untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selesai menjalani proses, dia kembali ke rumah.
Namun yang dirasakan di rumah kali ini lebih berat dari yang dialami pada waktu sebelumnya. Ardiansyah mengalami diskriminasi. Sosialisasi, pembatasan interaksi dengan orang dan anggota keluarga. Perlakuan ini bahkan menyebabkan luka batin tersendiri bagi dirinya. Sehingga dia pun merasa membutuhkan penyembuhan atau apa yang saat ini lebih dikenal dengan healing.
Pentingnya Chilling dan Healing Bagi OYPMK
Sebelum membahas lebih jauh tentang healing, afa baiknya jika terlebih dahulu memahami apa itu Healing. Menurut Donna, Healing adalah penyembuhan pada sesuatu terdampak, utamanya pada psikis dan emosi seseorang. Namun dewasa ini healing juga digunakan oleh orang-orang dalam artian lain yaitu jalan-jalan atau berwisata.
Tekanan yang kuat, diskriminasi yang terjadi di keluarga Ardiansyah membuatnya merasa tidak nyaman. Dia pun mengalami stigma negatif dari apa yang terjadi di keluarga. Untuk bisa bangkit dia akhirnya membangun interaksi dengan banyak orang di luar termasuk komunitas-komunitas.
"Bermitra dengan NLR Indonesia memberikan banyak penguatan kapasitas kepada saya." ArdiansyahSemenjak mendapatkan perhatian dari NLR Indonesia, sosok yang pernah bekerja sebagai konsultan perencanaan ini, pada 2018 memutuskan untuk fokus pada gerakan organisasi yang fokus pada kusta.
Saat bekerja sebagai konsultan perencanaan merupakan titik dimana komitmennya untuk bangkit tumbuh. Rasa percaya diri muncul, kembali memberanikan diri untuk bersosialisasi sehingga mengantarkannya untuk bisa fokus pada organisasi yang fokus pada kusta.
"Jika bukan diri saya sendiri yang berubah maka saya tidak akan bisa berubah." Ardiansyah
Titik kebangkitan itulah yang kemudian membawa Ardiansyah keluar dari stigma diri yang ekstrim. Kembali menjadi manusia layaknya orang-orang pada umumnya berkat dukungan dari teman dan jaringan yang dimilikinya.
Melihat perjalanan dan kisah yang dijalani Ardiansyah memberikan gambaran bahwa OYPMK sama halnya seperti orang lain pada umumnya, juga membutuhkan healing.
Alasan OYMPK Butuh Healing
Ada banyak alasan yang menguatkan mengapa OYPMK butuh healing. Ardiansyah lebih jauh menjelaskan bahwa- OYPMK butuh healing karena mereka cenderung menutup diri.
- OYMPK butuh healing agar memiliki teman yang bisa diajak untuk berbicara dan sharing.
- Healing dibutuhkan OYPMK agar bisa bangkit dengan adanya dukungan dari orang sekitar
Agar bisa kembali bangkit sebagai OYPMK bisa melakukan beberapa hal diantaranya:
Sedangkan menurut Donna, saat berbicara healing setidaknya ada lima dimensi yang diperhatikan yaitu
- Tanamkan keyakinan bahwa semua itu kehendak Tuhan dan tidak lepas dari rencana Tuhan.
- Menerima dengan ikhlas.
- Berpikir positif jauh ke depan untuk bisa sembuh.
Sedangkan menurut Donna, saat berbicara healing setidaknya ada lima dimensi yang diperhatikan yaitu
- Dimensi fisik. Dimensi fisik ini bisa berupa kondisi fisik akibat terjadinya kelelahan, tidak bisa tidur, dan lain sebagainya
- Dimensi psikis. Dimensi psikis ini perlu diperhatikan karena biasanya terjadi karena stress akibat stigma yang ada
- Dimensi mental,
- Dimensi Relasi. Dimensi ini berhubungan dengan hubungan yang bersangkutan dengan keluarga, orang sekitar, dan lingkungan.
- Dimensi spiritual
Selain lima dimensi di atas ada satu hal lagi yang perlu diperhatikan yaitu Informasi yang benar. Saat ini di tengah perkembangan teknologi banyak sekali informasi yang bisa di dapatkan, namun jarang digunakan orang. Kebanyakan orang mencari informasi dari media sosial, dan tidak mencari di sumber terpercaya.
Namun demikian, berhubungan dengan teknologi dalam hal ini internet untuk mencari informasi yang benar belum sepenuhnya bisa dilakukan OYPMK. Ardiansyah selaku OYPMK dan Wakil Ketua Konsorsium PELITA menyampaikan bahwa tingkat pendidikan dan pengetahuan OYPMK pada teknologi belum semuanya memiliki kemampuan itu.
Namun demikian, berhubungan dengan teknologi dalam hal ini internet untuk mencari informasi yang benar belum sepenuhnya bisa dilakukan OYPMK. Ardiansyah selaku OYPMK dan Wakil Ketua Konsorsium PELITA menyampaikan bahwa tingkat pendidikan dan pengetahuan OYPMK pada teknologi belum semuanya memiliki kemampuan itu.
Saya baru tahu tentang OYPMK di tulisan ini. Semoga semua yang pernah luka bisa sembuh.
ReplyDeleteSaya juga baru tahu istilah OYPMK di tulisannya kang ugi ini. Yaa setuju banget kang, maksudnya yang sehat-sehat aja juga sangat sangat suka/butuh healing apalagi teman-teman yang qodarullah terkena OYPMK dan mendapatkan stigma negatif gegara sekitarnya.
ReplyDeletesemoga teman-teman OYPMK bisa menjalani hidup yang tenang dan bahagia.
oh iya kang, ada typo di pas bagian "pentingnya chilling & healing.." ada kata "afa" mungkin maksudnya "ada" ya
Memang nggak kebayang sih kuatnya OYPMK ini, jika lingkungan support sih aman lahir batin ya. Kalau lingkungan yg kurang paham dan kurang dukung, tekanan batin itu pasti. Butuh deh healing memang :') tp semoga stigma negatif masyarakat makin berkurang sama oypmk
ReplyDeletechilling dan healing adalah hak semua orang, tanpa terkecuali, termasuk saudara-saudara kita, OYPMK.
ReplyDeleteSemoga mereka, OYPMK semakin semangat untuk menjalani hidup tanpa harus merasa insecure lagi
Pas baca di bagian Mas Ardiansyah rasanya nyesek, ya. Mungkin krn ibu dan keluarganya sendiri masih kurang informasi soal kusta, atau gimana. Tp diperlakukan dgn beda kayak gitu justru bikin diri rasanya semakin tertekan. Keren beliau bisa melaluinya dgn baik.
ReplyDeletePadahal maksud Ibunya baik kan. Mungkin pasien kusta sudah terstigma dengan sendirinya akan di diskriminasi kali ya. Jadi segala bentuk perlakuan menjadikan ya 'spesial di rumah' membuatnya jadi tertekan. Pendampingannya disitu. Healingnya dari keluarga perlu komunikasi yang intens saja. Rajin sharing. Dan kusta itu tidak mudah menular kok. Salut buat para OYPMK yang bisa bangkit dari rasa putus Asa dalam hidup ya.
ReplyDeleteMenghapus stigma kuata dimasyarakat masih harus terus digaungkan supaya penderita kusta juga mendapatkan perlakuan yg baik dimasyarakat
ReplyDeletemaaf kang, sy baru tahu istilah OPYMK di artikel ini. Menurut saya perlu ada sosialisasi berkesinambungan di masyarakat tentang hal ini baik di media-media maupun puskesmas
ReplyDeleteTiap kali baca kisah2 orang OYPMK dengan semangat juangnya melawan stigam selalu bikin merinding luarbiasa y mereka.
ReplyDeleteWah IWE aku baru tahu juga nih. Makish infonya pak ugi